Minggu, 02 Desember 2012

Analisis Jurnal.. Semoga Bermanfaat ^o^



LANDASAN FILOSOFIS PENDIDIKAN


MUHAMMAD FEBRIYAN SETIANA


PHILOSOPHIC BASE OF EDUCATION
Abstract
At basis for education, there are 3 fundamental matter of problems to study that is, congeniality of philosophic base of education, role of philosophic base education and function of philosophic base of education to educator ( teacher). Philosophic base of education is philosophic assumption taken as starting point in order to education practice and study. Role of philosophic base education is to give what fringes and how education ought to executed. While function of basis for education is as starting point or fulcrums to all teacher in executing education practice.
Keyword: base, philosophic and education

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu memperkokoh landasan pendidikannya. Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap konsep dan praktek pendidikannya.
Dalam landasan pendidikan, mengkaji tiga hal pokok yaitu pengertian landasan filosofis pendidikan, peranan landasan filosofis pendidikan dan fungsi landasan filosofis pendidikan bagi pendidik (guru).

B.     PEMBAHASAN
Pada landasan pendidikan, terdapat 3 hal pokok permasalahan yang akan dikaji yaitu, pengertian landasan filosofis pendidikan, peranan landasan filosofis pendidikan dan fungsi landasan filosofis pendidikan bagi pendidik (guru).

1.      Pengertian Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan adalah suatu alas atau dasar pijakan dari sesuatu hal; suatu titik tumpu atau titik tolak dari sesuatu hal; atau suatu fundasi tempat berdirinya sesuatu hal.
Berdasarkan sifat wujudnya terdapat dua jenis landasan, yaitu: landasan yang bersifat material misalnya landasan pacu pesawat dan landasan yang bersifat konseptual misalnya UUD 1945. Landasan pendidikan tergolong ke dalam jenis landasan yang bersifat konseptual.
Landasan yang bersifat konseptual pada dasarnya identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu praktek). Menurut Troy Wilson Organ, “asumsi dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu: aksioma, postulat, dan premis tersembunyi” (Redja Mudyahardjo, 1995).
·         Aksioma adalah asumsi yang diterima kebenarannya tanpa perlu pembuktian, atau suatu pernyataan yang kebenarannya diterima secara universal.

·         Postulat yaitu asumsi yang diterima kelompok orang tertentu atas dasar persetujuan.

·         Premis Tersembunyi yaitu asumsi yang tidak dinyatakan secara tersurat yang diharapkan dipahami atau diterima secara umum.
Filsafat merupakan pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Tujuan pendidikan adalah terwujudnya manusia ideal atau manusia yang dicita-citakan sesuai nilai-nilai dan norma-norma yang dianut.
Jadi landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Landasan pendidikan dapat dijadikan titik tolak dalam rangka studi pendidikan yang bersifat filsafiah, yaitu pendekatan yang lebih komprehensif, spekulatif, dan normatif.

2.      Peranan Landasan Filosofis Pendidikan
Peranan landasan filosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Rambu-rambu tersebut bertolak pada kaidah metafisika, epistemology dan aksiologi pendidikan sebagaimana studi dalam filsafat pendidikan. Landasan filosofis pendidikan tidaklah satu melainkan ragam sebagaimana ragamnya aliran filsafat. Sebab itu, dikenal adanya landasan filosofis pendidikan Idealisme, landasan filsofis pendidikan Pragmatisme, dan sebagainya.
Asumsi yang melandasi teori maupun praktek pendidikan, bukan hanya landasan filsafat Pendidikan, tetapi masih ada landasan lain, yaitu landasan ilmiah pendidikan, landasan religi pendidikan, landasan hukum/yuridis pendidikan, landasan deskriptif pendidikan dan landasan preskriptif pendidikan.
Landasan ilmiah pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari disiplin ilmu tertentu yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai jenis landasan ilmiah pendidikan, antara lain: landasan psikologis pendidikan, landasan sosiologis pendidikan, landasan biologis pendidikan, landasan antropologis pendidikan, landasan historis pendidikan, landasan ekonomi pendidikan, landasan politik pendidikan, dan landasan fisiologis pendidikan.
Landasan religi pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari kaidah-kaidah agama/religi yang dijadikan landasan teori maupun praktek pendidikan.
Landasan hukum/yuridis pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari peraturan perundangan yang berlaku, yang dijadikan titik tolak dalam pendidikan. Peranan landasan yuridis dalam pendidikan adalah memberikan rambu-rambu tentang bagaimana pelaksanaan system pendidikan dan managemen pendidikan dilaksanakan selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Landasan deskriptif pendidikan adalah asumsi-asumsi tentang kehidupan manusia sebagai sasaran pendidikan apa adanya (Dasein) yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Landasan deskriptif pendidikan mempunyai peran yang sangat besar dalam menyusun konsep dan strategi yang secara langsung dalam pelaksanaan praktek pendidikan secara efisien dan efektif
Landasan preskriptif pendidikan antara lain meliputi: landasan filosofis pendidikan, landasan religius pendidikan, dan landasan yuridis pendidikan.

3.      Fungsi Landasan Filosofis Pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, benar dan baik, relatif tidak akan terjadi kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan, sehingga praktek pendidikan menjadi efisien, efektif, dan relevan dengan kebutuhan individu, masyarakat dan pembangunan.
Landasan filosofis pendidikan berfungsi sebagai titik tolak atau tumpuan bagi para guru dalam melaksanakan praktek pendidikan

C.    PENUTUP
1.      Kesimpulan
Seorang pendidik harus mengokohkan landasan filosofis pendidikannya. Landasan filosofis pendidikan adalah asumsi filosofis yang dijadikan titik tolak dalam rangka studi dan praktek pendidikan. Peranan landasan fiosofis pendidikan adalah memberikan rambu-rambu apa dan bagaimana seharusnya pendidikan dilaksanakan. Sedangkan fungsi landasan pendidikan adalah sebagai titik tolak atau tumpuan bagi para guru dalam melaksanakan praktek pendidikan.



2.      Saran
Sebagai tenaga pendidik, kita wajib mengokohkan landasan filosofis pendidikan kita. Hal itu berguna sebagai penunjang keberhasilan proses pembelajaran yang kita laksanakan.

D.    DAFTAR PUSTAKA
Suyitno, Y. (2008). Pemahaman Mahasiswa UPI terhadap Hakikat Manusia dan Pendidikan dalam Kerangka Kesiapan Menjadi Guru. Sekolah Pasca Sarjana UPI: Bandung

Suyitno, Y. (200). Landasan Filosofis Pendidikan. Fakultas Pendidikan UPI: Bandung

Syam, M. N. (1984). Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Usaha Nasional: Surabaya

Syaripudin, T. (1994). Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep Pendidikan Umum (Thesis). Program Pascasarjana IKIP: Bandung

Sabtu, 01 Desember 2012

Islamic Center of Rokan Hulu

Bagi teman2 yang main ke Rokan Hulu Riau, silahkan berkunjung disalah satu mesjid tercantik di Riau ini ya.. Lokasinya tepat di Komplek Pemda Rokan Hulu Riau Indonesia..




Arsitektur mesjid yang cantik dengan latar belakang bukit barisan ini, menjadi daya tarik tersendiri mesjid ini..

Location: Rokan Hulu, Riau Indonesia
The Beautiful Mosque of Rokan Hulu..

ISTANA SIAK SRI INDRAPURA ( SIAK SRI INDRAPURA CASTLE)





Kalo teman-teman travelling ke Riau, jgn lupa yah mampir di Istana yg satu ini. Banyak yg teman2 bisa temui di Istana ini. Dimulai dari sejarah kebudayaan Melayu yg indah banget n amazing. Teman2 juga bakalan menemukan banyak ilmu disini..
Kalo teman-teman mau kesana, pastinya tidak akan sulit. Cukup naik travel dari kota Pekanbaru yg bnyak tersedia disana, dgn perjalanan 3-4 jam, teman-teman akan sampai dtempat ini..

Lokasi/Location: Siak Sri Indrapura Riau Indonesia

Welcome to Siak Sri Indrapura.. The castle of Siak Sri Indrapura is a amazing castle. This is a Melayu Riau Castle. Many moment can you meet in here. The history of melayu kindom. Sultan Syarif Kasim II is the famous king. Finally, this is amazing castle. You must come to here.. If you want travel to Siak Sri Indrapura, this only 3-4 hour from Pekanbaru City Riau Indonesia..

Skripsi Oh Skripsi..



PERJUANGAN TERAKHIR
TULISAN SEDERHANA, TAPI CUKUP MENGANTARKANKU JADI SARJANA PENDIDIKAN.. Hehehe :D




Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika
Siswa  Kelas VA SD Negeri 005 Rambah

MUHAMMAD FEBRIYAN SETIANA

Applying Of Model Study Of Co-Operative Type of TGT To Increase Result Of Learning Mathematics Student Class of VA SD Country 005 Rambah

Abstract
This research aim to increase result of learning class student mathematics specially at fraction direct material. This research is executed in the class of VA SD Negeri 005 Rambah by applying model study of co-operative type TGT in its study process. Result of research indicate that study process by applying model study of co-operative type TGT can improve process and increase result learn class student mathematics of VA SD Negeri 005 Rambah specially at fraction direct material. Become, model study of co-operative type TGT can be made as one of the alternative model study of which can applied by teacher to improve process and increase result learn student mathematics.
Key Words: Co-operative type TGT, result of learning and mathematics.

A.    PENDAHULUAN
Kegiatan pembelajaran matematika merupakan bagian dari proses pendidikan di sekolah dan bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan. Tujuan pembelajaran matematika itu adalah melatih cara berpikir, bernalar, mengembangkan aktifitas kreatif, memecahkan masalah dan mampu mengkomunikasikan hasil pemecahan masalah yang telah dibuatnya.
Salah satu faktor penting dalam mengupayakan perbaikan dalam proses pembelajaran matematika adalah guru. Guru diharapkan kreatif dalam memilih dan menyesuaikan model dan metode pembelajaran yang tepat. Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat mewujudkan hal tersebut adalah pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat memperbaiki proses dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah semester genap Tahun Pelajaran 2010/2011 khususnya pada materi pokok Pecahan.
Menurut Slavin (1995 : 8), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dimana siswa bekerja secara kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dirancang agar siswa dapat bekerja didalam kelompok yang heterogen dan setiap siswa dituntut agar dapat bekerja sama dengan teman sekelompoknya. Terdapat 6 langkah utama atau tahapan didalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif yaitu penyampaian tujuan dan memotivasi siswa, menyajikan informasi, mengorganisasikan siswa kedalam kelompok, membimbing kelompok bekerja dan belajar, evaluasi dan memberikan penghargaan.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah model pembelajaran yang menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, dimana para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara dengan mereka (Slavin, 1995 : 163). Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams), turnament (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition).
Belajar  adalah proses perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dengan lingkungannya yang dilakukan secara sadar dan berpengaruh terhadap dirinya. Sedangkan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku atau kemampuan yang dimiliki siswa setelah melalui proses belajar dalam bentuk angka-angka atau skor yang diperoleh dari hasil tes pada akhir pembelajaran. Hasil belajar matematika yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat penguasaan siswa dalam memahami pembelajaran matematika yang dinyatakan dalam angka-angka atau skor setelah melaksanakan tes hasil belajar melalui pembelajaran kooperatif tipe TGT.

B.     METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kelas VA SD Negeri 005 Rambah Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2010/2011 bulan Maret tahun 2011. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah semester genap tahun pelajaran 2010/2011. Siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah berjumlah 33 orang siswa yang terdiri dari 19 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan. Bentuk penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif. Arikunto (2006 : 2) menyatakan PTK adalah penelitian tindakan yang dilakukan dikelas dengan tujuan memperbaiki atau meningkatkan  mutu pembelajaran. Penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) siklus dengan 4 (empat) tahapan yang akan dilalui pada setiap siklusnya (Mulyasa, 2009 : 70) yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Instrumen penelitian ini antara lain Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), Kartu Soal dan Lembar Ulangan Siklus. Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tentang aktifitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung dan data tentang hasil belajar siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengamatan/observasi dengan cara melakukan pengamatan terhadap aktivitas guru dan siswa pada setiap pertemuan dan teknik tes dengan cara melaksanakan ulangan siklus setelah kegiatan pada setiap siklus telah selesai dilaksanakan. Teknik yang digunakan untuk menganalisa data-data dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif bertujuan untuk mengambarkan data aktifitas guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan data tentang hasil belajar matematika siswa pada materi pokok Pecahan. Analisis data tentang aktifitas guru dan siswa didasarkan pada hasil yang diperoleh dari lembar pengamatan yang diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan melihat kesesuaian perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Analisis data tentang hasil belajar matematika siswa dilakukan dengan cara menganalisis data hasil belajar siswa secara individu maupun secara kelompok. Adapun yang akan dianalisis antara lain, skor perkembangan siswa dan penghargaan kelompok, ketercapaian indikator dan KKM serta ketercapaian tujuan penelitian.

C.    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Siklus I mencakupi pertemuan pertama (Senin, 14 Maret 2011), pertemuan kedua (Selasa, 15 Maret 2011) pertemuan ketiga (Rabu, 16 Maret 2011) dan ulangan siklus I (Sabtu, 19 Maret 2011). Sedangkan pada siklus II mencakupi pertemuan keempat (Senin, 21 Maret 2011), pertemuan kelima (Selasa, 22 Maret 2011), pertemuan keenam (Rabu, 23 Maret 2011) dan ulangan siklus II (Sabtu, 26 Maret 2011).
Hasil pengamatan aktifitas guru yang berupa rata-rata skor dan kriteria pada pertemuan pertama hingga pertemuan keenam berturut-turut yaitu pertemuan I 3,55 (sangat baik), pertemuan II 3,45 (sangat baik), pertemuan III 3,45 (sangat baik), pertemuan IV 3,60 (sangat baik), pertemuan V 3,60 (sangat baik) dan pertemuan VI 3,70 (sangat baik).
Hasil pengamatan aktifitas siswa pada pertemuan pertama hingga pertemuan keenam berturut-turut yaitu, pertemuan I 3,42 (sangat baik), pertemuan II 3,58 (sangat baik), pertemuan III 3,50 (sangat baik), pertemuan IV 3,25 (sangat baik), pertemuan V 3,67 (sangat baik) dan pertemuan VI 3,58 (sangat baik).
Nilai perkembangan siswa secara individu diperoleh dengan cara mencari selisih skor awal dengan skor ulangan siklus siswa. Persentase skor perkembangan 5 pada siklus pertama dan siklus kedua sama. Persentase skor perkembangan 10 pada siklus pertama mengalami peningkatan pada siklus kedua. Persentase skor perkembangan 20 pada siklus pertama lebih besar daripada siklus kedua. Sedangkan persentase skor perkembangan 30 pada siklus pertama lebih besar daripada siklus kedua.
Berdasarkan skor perkembangan tersebut, dapat dilihat bahwa persentase siswa yang mencapai KKM pada siklus pertama mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Hal itu dikarenakan skor dasar siswa sebelum diadakannya tindakan sangat rendah. Sedangkan peningkatan hasil belajar pada siklus kedua dengan membandingkan dengan skor ulangan siklus I sebagai skor dasar, tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal itu dikarenakan pada siklus pertama hasil belajar matematika siswa telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, sehingga pada siklus kedua peningkatan hasil belajar matematika siswa tidak terlalu signifikan seperti pada siklus pertama.
Jumlah siswa yang mencapai KKM pada ulangan sebelum tindakan, ulangan siklus I dan ulangan siklus II terjadi perubahan. Dimana jumlah siswa yang mencapai KKM pada ulangan sebelum diadakannya tindakan, siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Pada ulangan sebelum diadakannya tindakan, jumlah siswa yang mencapai KKM hanya berjumlah 7 (21,21%) orang siswa. Kemudian pada ulangan siklus I terjadi peningkatan yang cukup signifikan yaitu berjumlah 22 (66,67%) orang siswa. Selanjutnya pada ulangan siklus II juga mengalami peningkatan, yaitu berjumlah 28 (84,25%) orang siswa.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan terhadap hasil belajar matematika siswa setelah diadakannya tindakan. Dengan demikian tujuan dari penelitian ini yaitu meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam proses pembelajaran telah tercapai dengan baik.
Setiap kelompok juga mengalami peningkatan rata-rata poin hasil turnamen pada setiap pertemuan siklus I dan siklus II. Walaupun pada siklus II terjadi perubahan pada anggota kelompok, akan tetapi semua kelompok kecuali kelompok VI mengalami peningkatan pada setiap pertemuannya. Hal tersebut juga membuktikan bahwa pada setiap pertemuan siklus I dan siklus II, hasil belajar dalam kelompok dan semangat siswa dalam belajar mengalami peningkatan.
Berdasarkan analisis hasil tindakan yang telah dikemukakan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ketercapaian tentang aktifitas guru dan siswa dan ketercapaian hasil belajar matematika baik secara individu maupun klasikal telah sesuai dengan perencanaan.
Berdasarkan hasil pengamatan guru terhadap aktifitas siswa selama melaksanakan proses pembelajaran di kelas VA SD Negeri 005 Rambah, terlihat siswa sangat bersemangat dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal itu dikarenakan, siswa dalam proses pembelajaran dilatih untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan guru dalam kelompok belajar, menyajikan hasil diskusi didepan kelas, aktif bertanya dan memberikan tanggapan saat penyajian diskusi, aktif dalam turnamen dan bersaing secara sehat dalam pelaksanaan turnamen.
Dari analisis hasil pengamatan aktifitas guru dan siswa, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat memperbaiki proses pembelajaran matematika siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah.
Selanjutnya, melihat hasil pada ulangan siklus I, diperoleh bahwa hasil belajar matematika siswa secara individu pada ulangan siklus I belum mencapai ketercapaian indikator secara menyeluruh. Pada indikator ketiga hanya 20 (60,61%) orang siswa yang mencapai ketuntasan pada indikator tersebut. Hal tersebut dikarenakan siswa masih banyak yang salah dalam mengubah pecahan campuran menjadi pecahan biasa, sehingga pada penghitungan terakhir tidak diperoleh jawaban yang benar. Pada indikator keempat hanya 19 (57,57%) orang siswa yang mencapai ketuntasan indikator. Hal tersebut dikarenakan pada saat menjumlahkan tiga pecahan, banyak siswa yang hanya menjumlahkan dua pecahan saja dan tidak menjumlahkan pecahan yang satu lagi. Sehingga hasil penjumlahan tiga pecahan tidak sesuai dengan jawaban yang benar. Pada indikator kelima hanya 11 (33,33%) orang siswa yang mencapai ketuntasan indikator. Hal tersebut dikarenak bukan karena siswa tidak mengerti konsep penjumlahan pecahan desimal. Akan tetapi pada saat menjawab soal ulangan siklus I tentang penjumlahan desimal, banyak siswa yang tidak membuat langkah penyelesaiannya. Sehingga banyak siswa yang tidak mendapatkan skor yang maksimal pada indikator tersebut. Pada indikator keenam hanya 16 (48,48%) orang siswa yang mencapai ketuntasan indikator. Hal tersebut dikarenakan pada indikator tersebut banyak siswa yang tidak mengerjakan hingga selesai soal mengenai indikator tersebut dan bahkan ada beberapa orang siswa tidak mengerjakan sama sekali soal mengenai indikator tersebut.
Perolehan hasil ulangan siklus II berdasarkan ketercapaian indikator, sudah lebih baik atau terjadi peningkatan dari siklus I. Pada siklus II ini, sebagian besar siswa telah menguasai semua indikator yang ada. Hanya pada indikator ketiga dan keenam saja, lebih sedikit jumlah siswa yang menguasai indikator tersebut. Pada indikator keempat hanya 20 (60,61%) orang siswa yang mencapai ketuntasan berdasarkan indikator. Hal ini dikarenakan oleh penyebab yang sama pada saat ulangan siklus I, yaitu banyak siswa yang hanya mengurangkan dua pecahan saja pada indikator pengurangan tiga pecahan. Selain itu beberapa orang siswa juga ada yang salah dalam merubah pecahan campuran ke bentuk pecahan biasa, sehingga hasil jawabannya tidak sesuai dengan jawaban yang sebenarnya. Pada  indikator keenam hanya 21 (63,64%) orang siswa yang menguasai indikator tersebut. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang tidak bisa mengubah pecahan desimal menjadi pecahan biasa dan juga banyak siswa yang tidak tuntas dalam pengerjaan soal pada indikator tersebut.
Dari hasil analisis hasil belajar matematika secara individu berdasarkan ketercapaian KKM, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah dilaksanakannya tindakan dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam proses pembelajaran dibandingkan dengan sebelum dilaksanakannya tindakan. Pada saat sebelum dilaksanakan tindakan, siswa yang mencapai KKM hanya berjumlah 7 (21,21%) orang siswa. Setelah dilaksanakannya tindakan siklus I, terjadi peningkatan terhadap jumlah siswa yang mencapai KKM, yaitu berjumlah 22 (66,67%) orang siswa, dengan jumlah peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus I sebanyak 15 (45,46%) orang siswa. Kemudian pada siklus II, terjadi lagi peningkatan jumlah siswa yang mencapai KKM, yaitu berjumlah 28 (84,85%) orang siswa, dengan jumlah peningkatan hasil belajar matematika siswa pada siklus II sebanyak 6 (18,18%) orang siswa.
Selanjutnya berdasarkan hasil belajar matematika siswa secara klasikal, diperoleh bahwa secara keseluruhan terjadi peningkatan perolehan poin oleh setiap kelompok belajar. Begitu juga dengan kriteria yang diperoleh oleh setiap kelompok belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, hasil belajar matematika siswa secara klasikal telah sesuai dengan perencanaan yaitu ditandai dengan terjadinya peningkatan perolehan poin dan kriteria penghargaan yang diperoleh tiap kelompok belajar.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat memperbaiki proses dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal ini terbukti karena pada pembelajaran kooperatif tipe TGT, siswa melaksanakan permainan dalam bentuk turnamen. Permainan dalam bentuk turnamen ini terbukti sangat disukai oleh siswa dan selalu ditunggu oleh siswa pada setiap pertemuan. Siswa juga diajarkan untuk bersaing secara sehat dalam kelas tersebut untuk menjadikan kelompok belajar mereka sebagai kelompok super. Permainan dalam bentuk turnamen tersebut dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, diskusi dalam kelompok untuk mengerjakan LKS dan menyajikan hasil diskusi juga dapat membuat siswa terlibat secara aktif dalm proses pembelajaran. Sehingga dengan terlibat aktifnya siswa dalam proses pembelajaran dan didukung oleh semangat belajar siswa yang tinggi, dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah Kabupaten Rokan Hulu pada materi pokok pecahan Tahun Pelajaran 2010/2011.
Pada penelitian ini, juga terdapat hambatan-hambatan dalam pelaksanaan proses pembelajaran atau tindakan. Hambatan yang ditemui yaitu dalam pertemuan pertama, siswa masih kelihatan bingung dan belum terbiasa dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Siswa juga masih banyak yang bersifat individual dan tidak terbiasa bekerja sama dalam kelompok belajar. Pada awal pertemuan, siswa juga masih banyak yang pasif dalam proses pembelajaran, menanggapi penyajian hasil diskusi dan melaksanakan turnamen. Hal tersebut dikarenakan selama ini siswa jarang atau hampir tidak pernah aktif bertanya dan memberikan jawaban dalam proses pembelajaran, bekerja sama dalam kelompok belajar, menyajikan hasil diskusi dan melaksanakan turnamen.
Kendala yang ditemui dalam pelaksanaan tindakan yaitu pada LKS pertemuan pertama dan ketiga, terlalu banyak hal yang akan dikerjakan. Sehingga pada pelaksanaan tindakan, alokasi waktu banyak digunakan untuk mengerjakan LKS, sehingga alokasi waktu pelaksanaan turnamen yang merupakan kegiatan inti dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT mengalami kekurangan dan kegiatan akhir tidak dapat dilaksanakan. Kemudian pada lembar pengamatan aktifitas siswa dan guru, sebaiknya diberi kolom rata-rata dan kriteria yang terpisah. Sehingga pada waktu penghitungan dan penentuan kriteria aktifitas guru dan siswa dapat dilakukan dengan mudah.

D.    KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilaksanakannya penelitian dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah, diperoleh bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT, dapat membangkitkan minat, motivasi dan dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Jumlah siswa yang mencapai KKM pada ulangan sebelum tindakan, ulangan siklus I dan ulangan siklus II berturut-turut adalah 7 (21,21%) orang siswa, 22 (66,67%) orang siswa dan 28 (84,85%) orang siswa. Terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus I sebanyak 15 (45,46%) orang siswa dan pada siklus II sebanyak 6 (18,18%) orang siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat memperbaiki proses dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas VA SD Negeri 005 Rambah Kabupaten Rokan Hulu Tahun Pelajaran 2010/2011 khususnya pada materi pokok pecahan.
Setelah melaksanakan penelitian beserta pembahasannya, maka peneliti memberikan saran-saran antara lain model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat dijadikan sebagai model pembelajaran alternatif yang dapat dilaksanakan didalam kelas. Hal ini disebabkan model pembelajaran ini sangat menyenangkan dan dapat meningkatkan keaktifan siswa didalam kelas serta meningkatkan hasil belajar siswa. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT, harus memperhatikan alokasi waktu yang ada. Sehingga upaya pelaksanaan proses pembelajarannya dapat berjalan secara efisien dan efektif. Bagi para pembaca yang ingin melanjutkan penelitian ini, agar memperhatikan setiap langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT, supaya tujuan dalam penelitian yang kita laksanakan dapat dicapai dengan baik.

E.     DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Depdiknas. 2007. Pedoman Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Depdiknas. 2007. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD/MI. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Dimyanti, dkk. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Direktorat Pendidikan Tinggi. Depdikbud.
Given, Barbara K. 2007. Brain-Based Teaching. Bandung: Mizan Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2007. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Ibrahim, Muslimin, dan Nur, M.. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Midrianti, dkk. 2009. Panduan Penulisan RPP dan LKS. Pekanbaru: Departemen Pendidikan Nasional Panitia Sertifikasi Guru Rayon 5 FKIP Universitas Riau.
Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosda Karya
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning Theory Research and Practice. Boston: Allyn, Bacond.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Suharjo. 2006. Mengenal Pendidikan Sekolah Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.  Jakarta: Prestasi Pustaka.
Usman, Moh. Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.